Selamat Datang di Website Partabagsel Bersatu: Wadah Perhimpunan Masyarakat Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padangsidimpuan, Padang Lawas dan Padang Lawas Utara. HORAS TONDI MADINGIN, SAYUR MATUA BULUNG..

LESTARIKAN TARIAN ETNIK SARAMA DATU MANDAILING

PARTABAGSEL BERSATU (22/11) Setiap daerah di Indonesia mempunyai jenis tarian yang berbeda-beda dengan ciri khasnya masing-masing. Salah satunya tarian yang dimiliki oleh suku atau etnis Mandailing, Sumatra Utara. Ya, etnis Mandailing sendiri mempunyai beberapa tarian tradisionalnya dengan ciri khasnya tersendiri dan sering dipertunjukkan dalam berbagai upacara dan kegiatan adat di masyarakat. Salah satunya adalah tari Sarama Datu. Tari Sarama Datu merupakan tarian yang pada awal mulanya sering digunakan atau dilakukan untuk meminta sesuatu melalui kuasa roh. Dalam prakteknya, tarian ini hanya dilakukan oleh satu orang penari saja yang dinamakan Sibaso. Untuk satu orang penarinya yang dinamakan Sibaso itu diambil dari tokoh Shaman dalam religi lama orang Mandailing yang disebut dengan Si Pelebegu. Biasanya, tarian ini juga akan diiringi dengan lagu ensambel dengan musik sambilan Sibaso atai Gordang Sambilan yang seolah-olah seperti meminta bantuan atau pertolongan pada begu atau roh-roh halus untuk mengabulkan permohonannya. Jenis tarian ini sering dipakai saat terjadi banyak musibah di Mandailing, seperti hujan yang menguyur secara terus menerus, bencana kekeringan, hingga penyakit menular. Berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat, hanya Sibaso saja yang bisa berkomunikasi dengan roh halus melalui tariannya. Di masa lalu, upacara ritual Paturun Sibaso (Marsibaso) atau disebut juga pasusur begu ini diselenggarakan saat terjadi musibah besar seperti mewabahnya penyakit kolera dan musim kemarau, atau sebaliknya musim penghujan yang berkepanjangan. Musibah besar itu tentunya mengganggu aktivitas penduduk setempat yang hingga pada akhirnya akan menimbulkan kelaparan, dikarenakan habisnya persediaan padi atau beras sebagai makanan pokok mereka. Sehingga, untuk mengatasi Bala Na Godang atau bencana besar itu, mereka pun meminta pertolongan begu atau roh-roh leluhur melalui perantaraan Sibaso. Sebab, menurut keyakinan mereka. konon dahulu hanya Sibaso inilah yang dapat berkomunikasi dengan begu. Konon dahulu, upacara ritual Paturun Sibaso ini dilaksanakan di alaman bolak atau Halaman Luas dari Bagas Godang atau Istana Raja. Upacara ritual ini juga akan dihadiri oleh Raja, Namora Natoras, Si Tuan Najaji atau Penduduk Setempat dan seorang tokoh supranatural bernama Datu yang memiliki peranan sangat besar, terutama untuk memimpin pelaksanaan upacara-upacara ritual. Kala itu, datu tersebut dipandang sebagai "Gudang Ilmu" dikarenakan ia memiliki berbagai macam kearifan tradisional atau Traditional Wisdom yang sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan hidup komunitas huta atau banua. Dalam pelaksanaannya, akan disediakan makanan khusus untuk Sibaso, yaitu parlaslas yang diletakkan di atas sebuah nampan yang diantaranya berisi Garing atau Ikan Jurung yang dibakar dan Pege atau Lengkuas, serta Ngiro atau Air Nira di dalam Tanduk Ni Orbo atau Wadah yang terbuat dari tanduk kerbau. Setelah Gordang Sambilan dimainkan dengan Gondang atau Repertoar Musik khusus bernama Mamele Begu, Sibaso pun akan menari-nari hingga kemudian mengalami kesurupan atau Trance. Dalam keadaan kesurupan inilah, Sibaso akan meminta makan dan minum. Setelah diberi makan dan minum, Sibaso pun akan kembali menari-nari. Lalu, tak lama kemudian sang Datu menghampiri Sibaso untuk memberitahukan adanya suatu peristiwa Bala Na Godang atau Musibah Besar yang sedang melanda penduduk. Sang Datu juga turut memohon kepada Sibaso agar berkenan menanyakan apa penyebab dan bagaimana solusinya kepada begu, dikarenakan penduduk sudah tidak mampu lagi untuk mengatasinya. Setelah itu, Sibaso pun akan memberitahukan apa penyebab dan bagaimana caranya mengatasi musibah besar itu kepada sang Datu. Setelah memberi tahu, Sibaso akan terjatuh dan tidak sadarkan diri atau pingsan hingga beberapa saat kemudian ia pun tersadar kembali seperti semula dengan keadaannya yang sama sebelum upacara ritual tersebut dimulai. (DIKUTIP DARI https://koropak.co.id/18693/tari-sarama-datu-ritual-sakral-dari-etnis-mandailing)

: