Oleh : Mahmun Syarif Nasution
Bayangkan ada sebuah negeri yang tiap hari penghuninya harus memutar otak demi mencicil utang. Di negeri itu, kantong negara mirip dengan kantong celana jeans ketat yang sudah dipakai selama lima tahun – nggak muat apa-apa lagi, tapi tetap dipaksakan buat menampung mimpi-mimpi besar!
Mimpi Muluk, Dompet Tipis
Negeri ini punya cita-cita luar biasa: ingin punya jalan tol yang mulus dari ujung ke ujung, gedung-gedung pencakar langit di setiap kota, serta stadion megah di setiap kecamatan. Pokoknya, apa pun yang bisa dipamerkan ke tetangga, pasti bakal dibangun. Namun, sayangnya, impian ini ada harganya, dan harga tersebut tidak murah!
Masalahnya, dompet negara ini sudah bolong. Uang di kas negara lebih cepat hilang daripada biskuit di meja kantor. Untuk menyelamatkan muka, negeri ini pun meminjam uang ke sana ke mari, persis seperti orang yang hobi ngutang kopi di warung sebelah setiap pagi, dengan harapan suatu hari akan bayar – kalau ingat.
Solusi Kreatif ala Negeri Terlilit Hutang
Sebagai negeri yang dikenal kreatif, pemerintah pun nggak kehabisan akal. Mereka menerapkan strategi "gali lobang tutup lobang" dengan gaya bak pesulap kelas dunia. Lihat saja, begitu satu lobang utang tertutup, tiba-tiba muncul lobang baru yang lebih dalam! Yang paling mencengangkan, meski lobang-lobang utang ini semakin besar, harapan dan ambisi negeri ini juga semakin tinggi.
Negeri ini seperti kawan yang selalu optimistis, "Nggak apa-apa utang dulu, yang penting nanti ada jalan tol baru!" atau "Biar utang menggunung, yang penting foto-foto Instagramable makin banyak." Setiap proyek baru dianggap sebagai "investasi masa depan," walaupun masa depan itu sendiri belum jelas kapan akan tiba.
Utang yang Menggiring ke Kebiasaan Unik
Kebiasaan negeri ini juga mulai berubah gara-gara utang. Misalnya, saat pemerintah menyusun anggaran, diskusi di ruang rapat jadi semakin seru. Ada yang mengusulkan, "Gimana kalau kita nggak usah bayar bunga utang dulu, kita cicil belakangan?" Lalu, yang lain menanggapi, "Iya, bisa kok, asal jangan sampai ketahuan!"
Mungkin suatu saat, negeri ini bakal bikin acara reality show sendiri: *"Cicilan Terakhir: Antara Harapan dan Kenyataan."* Di acara itu, masyarakat akan berkompetisi untuk menebak kapan utang negeri ini bakal lunas. Pemenangnya? Dapat hadiah berupa satu tahun bebas pajak – tapi tentu saja, pajak tahun berikutnya jadi dua kali lipat!
Bersahabat dengan Utang, Bersahabat dengan Realita
Pada akhirnya, negeri ini mulai bersahabat dengan realita. Mereka sadar bahwa utang nggak akan hilang dengan sendirinya, seperti bubur ayam yang tiba-tiba habis di pagi hari. Maka, muncullah berbagai ide unik untuk melunasi utang – mulai dari menjual merchandise nasional seperti mug "Saya Bangga Berutang," sampai mengundang wisatawan internasional untuk "Tur Hutang Negeri" yang menawarkan pengalaman melihat proyek-proyek yang belum selesai.
Apapun itu, negeri ini telah menerima kenyataan bahwa utang adalah bagian dari kehidupan mereka. Meskipun demikian, negeri ini tetap optimis bahwa di balik setiap lobang utang, selalu ada peluang baru – entah itu proyek jalan tol atau sekadar alasan baru untuk menambah utang lagi!
Jadi, ketika kamu mendengar cerita tentang negeri yang terlilit utang ini, ingatlah: meski anggaran mereka kurus, angan-angan mereka tetap muluk. Dan itulah yang membuat negeri ini tetap semangat menghadapi hari esok – meski hari esok itu datang dengan tagihan bunga utang baru!
: